Minggu, 09 Mei 2010

Issu Mengenai Hilangnya Pulau Nipa



Di Balik Isu Tenggelamnya Pulau Nipah HARI-hari ini media massa terus menyoroti pro-kontra penambangan pasir laut. Kalau pertengahan tahun ini ramai disoroti hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan, sebenarnya diam-diam pengerukan pasir yang berdalih devi a sudah menghilangkan beberapa pulau s kecil di Indonesia. SATU di antaranya yang sudah nyaris hilang adalah Pulau Nipah, salah satu pulau kecil yang terletak di Selat Philip, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini merupakan batas laut antara Indonesia dan Singapura sejak tahun 1973. Di Pulau Nipah ada suatu titik acuan yang menjadi dasar pengukuran dan penetapan median line Indonesia-Singapura. Maka, bila Pulau Nipah tenggelam, titik acuan itu akan hilang. Dampaknya adalah bergesernya median line tersebut sehingga akan mempengaruhi batas wilayah NKRI. Secara spesifik lagi, mempengaruhi pula Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL) mengirim timnya untuk menyurvei kondisi geologi dan geofisika kelautan di sekitar perairan Pulau Nipah akhir April 2003. Kegiatan survei lapangan ini untuk mendapatkan data geologi kelautan dan oseanografi di sekitar perairan Pulau Nipah. Sasaran akhirnya adalah data dan kajian geologi kelautan serta oseanografi di kawasan itu seh ingga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan kebijakan, terutama menghadapi berbagai isu perbatasan. Kegiatan survei lapangan dilakukan secara umum dengan beberapa metode. Pertama, metode pemetaan situasi dengan pengamatan secara langsung daratan Pulau Nipah, kemudian pengukuran sou nding, seismik, pengambilan contoh sed imen permukaan dasar laut, pengamatan pasang surut, dan pengukuran arus. Penentuan posisi pada semua kegiatan tersebut menggunakan peralatan DGPS (differential global positioning system) Trimble yang memanfaatkan fasilitas Radio Beacon Singapura sehingga kesalahan kurang dari 1meter. Kondisi laut Hasil penelitian menunjukkan bahwa pulau yang terletak pada koordinat 103°39'04,68\"- 103°39'39,38\" BT dan 1°8'26,88\"-1°9'12,21\" LU ini kondisinya stabil. Secara administratif termasuk Desa Pemping, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam. Perairan Pulau Nipah bertipe pasang surut campuran dominan ganda. Artinya, terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam waktu 24 jam dengan intertidal air maksimum 2,560 meter. Mean sea level (MSL) dari hasil perhitungan sementara adalah 2,525 meter. Penelitian pada arus menggunakan current- meter selama 7 jam pada satu lokasi di sebelah barat Pulau Nipah menunjukkan arah umum ke utara. Adapun pengamatan arus dinamis menggunakan trayektori menunjukkan pola yang tidak beraturan. Arus di sekitar Pulau Nipah mengalami turbulensi akibat arus kuat dengan massa air besar dari barat-utara dan timur-selatan membentur Pulau Nipah. Gelombang relatif tenang dengan tinggi gelombang kurang dari 0,5 meter. Lalu lintas kapal internasional di kawasan tersebut terh itung padat. Karena perairan bebas antara Pulau Nipah dan Singapura sempit, lalu lintas kapal dibagi dalam dua jalur. Jalur kapal yang menuju ke Selat Malaka (arah barat laut) berada di perairan bebas sebelah utara Pulau Nipah, sedangkan jalur kapal yang menuju Singapura(arah tenggara) dibelokkan ke selatan Pulau Nipah memasuki wilayah perairan dalam Indonesia. Walaupun jarak lalu lintas kapal-kapal tersebut relatif cukup jauh dari PulauNipah, gelombang yang dihasilkan relatif signifikan, tercatat tinggi gelombang mencapai 0,6 m dengan 7-10 periode selama 15-20 detik. Peta kontur batimetri di perairan Pulau Nipah menunjukkan morfologi bergelombang dengan beberapa tonjolan dasar laut. Di bagian timur pulau relatif terjal, sedangkan di bagian barat relatif lebih landai dengan kedalamanlaut yang terukur mencapai 25 meter. Kondisi geologis Kondisi geologis Pulau Nipah pada Peta Geologi Lembar Tanjungpinang (Kusnama, 1994) tidak terpetakan. Namun, dipercayai pulau ini merupakan kelanjutan dari gugusan Barelang, khususnya Pulau Bulan, Kepala Jerih, dan Pemping. Kelurusan struktur geologi berarah barat laut-tenggara pada gugusan pulau-pulau tersebut sesuai dengan arah sumbu Pulau Nipah. Jenis batuan (litologi) yang muncul saat Pulau Nipah surut ada beberapa jenis. Batuan sedimen yang tersingkap di beberapa tempat di sumbu sepanjang daratan Pulau Nipah yang diyakini sebagai batuan dasar. Singkapan batuan sedimen ini relatif telah berubah menjadi metasedimen dan mengalami pelapukan berat sehingga berwarna kecoklatan. Di beberapa tempat terlihat pelapukan mengulit bawang (speroidal weatherin namun g), masih masih tampak sifat keras atau kompak, khususnya pada kekar-kekar yang terisi kuarsa. Tidak dapat dibedakan lebih detail lagi jenis sedimennya dan diduga tersusun dari jenis konglomerat, batu pasir, dan lanau yang mengalami kekar-kekar. Jika disepadankan dengan formasi pada geologi regionalnya, maka satuan batuan sedimen ini diduga merupakan Formasi Pancur (Ksp) berumur Kapur Awal. Batuan lainnya adalah terumbu karang yang berada di atas batuan sedimen.Terumbu karang ini merupakan terumbu masa lampau, sudah mati, bersifat masif, dan bermorfologi datar. Terdapat pula sedimen tak terkonsolidasi berupa pasir-kerakal yang merupakan pecahan dari batuan sedimen dan terumbu, terhampar di sela-sela dua satuan batuan di atas. Pada penelitian sedimen permukaan laut, berdasarkan pengamatan megaskopis, jenis sedimen permukaan dasar laut perairan sekitar Pulau Nipah dapat dibedakan menjadi tiga satuan, yaitu kerikil pasiran, pasir lanauan, dan boulder karang yang sudah mati. Adapun hasil interpretasi penampang seismik pantul dangkal dapat menggambarkan satuan batuan yang mendasari laut di sekitar Pulau Nipah. Satuan A merupakan seismic basement dengan ciri reflektor chaotic. Makin mendekati arah pulau, gelombang seismik tak mampu menembus satuan ini. Pada beberapa tempat, satuan ini membentuk tinggian dasar laut. Dengan alasan tersebut diperkirakan satuan ini sebagai batuan dasar, bukan tubuh granit, tetapi batuan metasedimen di daratan Pulau Nipah. Satuan B dengan posisi stratigrafi di atas satuan A memperlihatkanadanya pelapisan dengan ciri reflektor semiparalel. Hal ini menunjukkan adanya batuan sedimentak terkonsolidasi yang diperkirakan sebagai sedimen Kuarter. Satuan ini umumnya tipis menempati morfologi lembah satuan A, namun terdapat di bagian utara Pulau Nipah, yakni pada alur selat mencapai 20 m. Satuan C mencirikan pinnacle reef dengan bentuk runcing dan reflektor di bawahnya buram, satuan ini di atas satuan A ataupun B.Dari kenampakan rekaman penampang seismik menunjukkan, kondisi permukaan dasar laut sekitar Pulau Nipah masih alami, tidak ada indikasi adanya bekas pengerukan (penambangan) pasir laut. Kondisi daratan Daratan Pulau Nipah datar dan berbentuk lonjong berarah barat laut-tenggara. Pada kondisi air surut, daratan pulau ini muncul dengan luas 62,83 hektar, panjang garis pantai 3,96 km, sumbu panjang 1,6 km, dan sumbu lebar sekitar 0,4 km. Pada kondisi pasang, pulau ini sebagian besar tergenang, yang terlihat hanya beberapa tonjolan singkapan batuan metasedimen, kolam, beberapa pohon bakau, dan mercu suar. Biota di Pulau Nipah terdiri atas tumbuhan mangrove yang secara alami tumbuh pada substrat batuan dan pasir. Biota lain yang hidup pada zona pasang surut di daratan pulau adalah rumputlaut, hard-soft coral, sejenis tripang, dan berbagai jenis ikan karang. Sampai saat ini Pulau Nipah adalah pulau kosong dan tak berpenghuni. Tidak ada pemanfaatan lahan di pulau tersebut. Meski demikian, di bagian tengah Pulau Nipah terdapat kolam yang terlihat jelas jika pulau didekati. Mengingat batuan di pulau ini keras dan pejal, maka diperkirakan pembuatan kolam menggunakan peralatan berat dengan cara mengeruk batuan dasar atau bahkan dengan peledakan kecil. Kekuatan demikianlah yang mampu membentuk kolam sedemikian rupa. Di pinggirannya tampak timbunan material batuan dan pasir yangdiambil dari sekitar pulau. Pada kondisi surut, panjang kolam 100 m, lebar 45 m, dan kedalaman tengah kolam mencapai 3,5 m. Tidak didapatkan keterangan lebih lan mengenai kegunaan kolam ini. jut Namun, di kalangan penduduk sekitar berkembang isu bahwa Pulau Nipah akan dipergunakan untuk keperluan tempat pariwisata, perikanan, sampai pembuangan limbah B3 dari Singapura. Penduduk juga memberi keterangan bahwa kondisi Pulau Nipah dari dulu sampai sekarang-untuk batuan dasarnya-adalah tetap (tidak mengalami perubahan). Adapun sedimen pasir telah banyak berubah,terutama setelah pembuatan kolam. Tumbuhan pun kini sudah banyak berkurang. Pulau yang stabil Fakta lapangan menunjukkan, proses dominan yang mempengaruhikondisi pulau adalah proses marine, khususnya gelombang laut musiman. Selain itu, pulau ini mendapat beban gelombang laut yang ditimbulkan oleh lalu lintas kapal. Karena morfologi daratan pulau ini datar dan tergenang di saat pasang,proses abrasi tidak terlihat jelas. Bukti abrasi hanya dapat dilihat pada bagian yang menonjol di permukaan kolam dan mercu suar. Mengingat Pulau Nipah tersusun oleh batuan metasedimen dan terumbu karang yang mempunyai sifat relatif keras atau kompak, secara alami proses abrasi yang terjadi ti ak d begitu signifikan. Batuan penyusun pulau yang bermorfologi datar cukup mampu menahan gempuran gelombang laut, khususnya saat surut. Kondisi batuan penyusun di daratan Pulau Nipah dan data rekamanseismik menunjukkan bahwa Pulau Nipah tersusun oleh batuan dasar yang kuat, resisten, dan masif. Dengan demikian dapat disimpulkan, Pulau Nipah tidaklah tenggelam. Fakta lapangan menunjukkan bahwa pulau ini telah direkayasa. Pembuatan kolam yang materialnya diambil dari batuan setempat merupakan bentuk rekayasa yang bisa diduga justru mempercepat proses abrasi Pulau Nipah. Siapa pelaku rekayasa dan apa maksud serta tujuannya adalah hal lain yang harus di indaklanjuti oleh lembaga yang kompeten. t Satu hal yang pasti adalah, Pulau Nipah hendaklah di aga keberadaannya agar tetap lestari. j Salah satu pulau terluar di Indonesia ini juga harus dipertahankan sebagai monumen historis kewilayahan perjanjian perbatasan Indonesia-Singap tahun 1973. Pulau ini pun ura dapat difungsikan sebagai lahan peruntu wisata atau dibiarkan alami sebagai cagar kan alam. NA Kristanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung.

Sumber: /lembar-informasi-092003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar